MAKALAH : ALIRAN-ALIRAN USHUL FIQH


BAB I

PENDAHULUAN

Dalam sejarah panjang perkembangan fiqh dikenal dua aliran ushul fiqh yang berbeda. Perbedaan ini muncul akibat perbedaan dalam membangun teori ushul fiqh, yang masing-masing digunakan dalam menggali hukum Islam.

Perbedaan-perbedaan yang terjadi tersebut diakibatkan oleh berbedanya pendapat dalam membangun ushul fiqh. Ada aliran yang mengkaji ushul fiqh secara teoritis tanpa terpengaruh dengan masalah-masalah furu’. Banyak imam-imam yang tidak sependapat dengan hal ini sehingga terjadilah penafsiran yang berbeda dengan kajian teoritis tersebut. Demikian juga selanjutnya, banyak pula terjadi pertentangan-pertentangan akibat ketidaksependapatan dari masing-masing imam yang akhirnya muncullah aliran-aliran dalam ushul fiqh yang perlu lebih dalam lagi.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Aliran Syafi’iyyah dan Jumhur Mutkallimin (ahli kalam)

Aliran ini membangun ushul fiqh mereka secara teoritis, tanpa terpengaruh oleh masalah-masalah furu’ (masalah keagamaan yang tidak pokok). Dalam membangun teori, aliran ini menetapkan kaidah-kaidah dengan alasan yang kuat, baik dari naqli (al-Qur’an dan atau Sunnah) maupun dari ‘aqli (akal pikiran), tanpa dipengaruhi oleh masalah-masalah furu’ dari berbagai mazhab, sehingga teori tersebut adakalanya sesuai dengan furu’ dan ada kalanya tidak. Setiap permasalahan yang diterima akal dan didukung oleh dalil naqli, dapat dijadikan kaidah, baik kaidah itu sejalan dengan furu’ mazhab maupun tidak, sejalan dengan kaidah yang telah ditetapkan imam mazhab atau tidak.

Dalam kenyataannya, ada ulama mazhab Syafi’iyyah yang berupaya menyusun teori tersendiri, sehingga terdapat pertentangan dengan teori yang telah dibangun. Misalnya, Imam al-Amidi (ahli ushul fiqh Syafi’i), menyatakan bahwa ijma’ al-Sukuti dapat dijadikan hujjah dalam menetapkan hukum Islam. Imam al-Syafi’i sendiri tidak mengakui keabsahan ijma’ sukuti sebagai hujjah, karena ijma’ yang dia terima hanyalah ijma’ para sahabat secara jelas. Imam al-Amidi dan Imam al-Qarafi (ahli ushul fiqh Maliki), berupaya menggabungkan teori aliran Syafi’iyyah/Mutakallimin dengan aliran yang lain. Hal ini mereka lakukan untuk mencari jalan terbaik dalam masalah ushul fiqh. Oleh sebab itu, ada beberapa teori ushul fiqh mereka yang bertentangan dengan pendapat mazhab mereka sendiri, seperti yang dikemukakan al-Amidi di atas.

Akibat dari perhatian yang hanya tertuju kepada masalah-masalah teoritis, teori yang dibangun aliran Syafi’iyyah/Mutakallimin sering tidak membawa pengaruh pada keperluan praktis. Sesuai dengan namanya, aliran mutakallimin (ahli kalam), maka aspek-aspek bahasa sangat dominan dalam pembahasan ushul fiqh mereka. Misalnya, masalah tahsm (menganggap sesuatu perbuatan itu baik dan dapat dicapai oleh akal atau tidak) dan taqbih (menganggap sesuatu itu buruk dan dapat dicapai oleh akal atau tidak). Pem­bahasan seperti ini, biasanya dikemukakan para ahli ushul fiqh berkaitan dengan pembahasan hakim (pembuat hukum). Kedua konsep ini berkaitan erat dengan masalah ilmu kalam yang juga berpengaruh dalam penentuan teori ushul fiqh.

Kitab ushul fiqh standar dalam aliran Syafi’iyyah/Mutakallimin ini adalah al-Risalah yang disusun Imam al-Syafi’i, kitab al-Mu’tamad, disusun Abu al-Husain Muhammad ibn All al-Bashri (wafat 463 H), kitab al-Burhanfi Ushul al-Fiqh, disusun Imam al-Haramain al-Juvaini (wafat 487 H), dan tiga rangkaian kitab ushul fiqh Imam Abu Hamid al-Ghazali (450-505 H/1085-1111 H), yaitu al-Mankhul min Ta’liqat al-Ushul, Syifa’ al-Ghalil Fil Bayan al-Syabah wal Mukhil wa Masalik al-Ta’lil; dan al-Mustashfa fi ’Ilm al-Ushul. Sekalipun kitab ushul fiqh dalam aliran Syafi'iyyah/Mutakallimin cukup banyak, tetapi yang menjadi sumber dan standar dalam aliran ini adalah kitab ushul fiqh tersebut di atas.


B. Aliran Fuqaha’

Aliran ini dianut ulama-ulama mazhab Hanafi. Dinamakan aliran fuqaha’, karena aliran ini dalam membangun teori ushul fiqhnya banyak dipengaruhi oleh masalah furu’ dalam mazhab mereka. Artinya, mereka tidak membangun suatu teori kecuali setelah melakukan analisis terhadap masalah-masalah furu’ yang ada dalam mazhab mereka. Dalam menetapkan teori tersebut, apabila terdapat pertentangan antara kaidah yang ada dengan hukum furu’, maka kaidah tersebut diubah dan disesuaikan dengan hukum furu’ tersebut. Oleh sebab itu, aliran ini berupaya agar kaidah yang mereka susun sesuai dengan hukum-hukum furu’ yang berlaku dalam mazhabnya, sehingga tidak satu kaidah pun yang tidak bisa diterapkan.

Berbeda dengan aliran Syafi’iyyah/Mutakal­limin yang sama sekali tidak terpengaruh oleh furu’ yang ada dalam mazhab­nya, sehingga sering terjadi pertentangan kaidah dengan hukum furu’ dan terkadang kaidah yang dibangun sulit untuk diterapkan. Apabila suatu kaidah bertentangan dengan furu’, maka mereka berusaha untuk mengubati kaidah tersebut dan membangun kaidah lain yang sesuai dengan masalah furu’ yang mereka hadapi. Misalnya, mereka menetapkan kaidah bahwa “dalil yang umum itu bersifat qath’i (pasti)”. Akibatnya, apabila terjadi pertentangan dalil umum dengan hadhsahod (bersifat zhanni), maka dalil yang umum itu yang diterapkan, karena hadits ahad hanya bersifat zhanni (relatif), sedangkan dalil umum tersebut bersifat qath’i, yang qath’i tidak bisa dikalahkan dan dikhususkan oleh yang zhanni.

Di kalangan aliran fuqaha’ sendiri ada ahli ushul fiqh yang berupaya untuk mengkompromikan kedua aliran tersebut, di antaranya adalah Imam Kamal ibn al-Humam dalam kitab ushul fiqhnya, al-Tahnr. Dari sekian banyak kitab ushul fiqh, yang dianggap sebagai kitab ushul fiqh standar dalam aliran ini adalah Kitab al-Ushul yang disusun Imam Abu al-Hasan al-Karkhi, Kitab al-Ushul, disusun Abu Bakr al-Jashshash, Ushul al-Sarakhsi, disusun Imam al-Sarakhsi, Ta'sis al-Nazhar, disusun Imam Abu Zaid al-Dabusi (wafat 430 H), dan kitab Kasyfal-Asrar, disusun Imam al-Bazdawi.

Adapun kitab-kitab ushul fiqh yang menggabungkan teori Syafi'iyyah/ Jumhur Mutakallimin dengan teori fuqaha’, di antaranya adalah:

  1. Tanqih al-Ushul, yang disusun Shadr al-Syari’ah (wafat 747 H). Kitab ini merupakan rangkuman dari tiga buku ushul fiqh, yaitu Kasyf al-Asrar karya Imam al-Bazdawi al-Hanafi, al-Mahshul karya Fakh al-Din al-Razi al-Syafi’i, dan Mukhtashar Ibn al-Hajib karya Ibn al-Hajib al-Maliki.

  2. Al-Tahrir, disusun Kamal al-Din Ibn al-Humam al-Hanafi (wafat 861 H).

  3. Jam’u al-Jawami’, disusun Taj al-Din ‘Abd al-Wahhab al-Subki al-Syafi’i (wafat 771H).

  4. Musallam al-Tsubut, disusun Muhibullah ibn ‘Abd al-Syakur (wafat 1119 H).

Pada abad ke-8 Hijriah muncul Imam Abu Ishaq al-Syathibi (wafat 790 H) dengan bukunya al-Muwafaqatfi al-Ushul al-Syari’ah. Pembahasan ushul fiqh yang dikemukakan Imam al-Syathibi dalam kitabnya ini, di samping menguraikan berbagai kaidah yang berkaitan dengan aspek-aspek kebahasaan, la juga mengemukakan maqashid al-Syari’ah (tujuan-tujuan syara’ dalam menetapkan hukum), yang selama ini kurang diperhatikan oleh ulama ushul fiqh. Setiap permasalahan dan kaidah kebahasaan yang ia kemukakan senantiasa dikaitkan dengan tujuan syara’ dalam menetapkan hukum. De­ngan demikian, Imam al-Syathibi memberikan warna baru di bidang ushul fiqh dan kitabnya al-Muiwafaqat fi al-Ushul al-Syari’ah, yang oleh para ahli ushul fiqh kontemporer dianggap sebagai buku ushul fiqh yang konprehensif dan akomodatif untuk zaman sekarang.

BAB III

KESIMPULAN

Dikenal ada dua aliran dalam ushul fiqh yang berbeda yaitu yang pertama adalah aliran Syafi’iyyah dan Jumhur Mutakallimin, kemudian yang kedua aliran Fuqaha’. Perbedaan yang muncul ini akibat perbedaan dalam membangun teori ushul fiqh masing-masing yang digunakan dalam menggali hukum islam.

Aliran Syafi’iyyah dan Jumhur Mutakllimin dalam membangun ushul fiqh mereka secara teoritis, tanpa terpengaruh oleh masalah-masalah furu’ (masalah keagamaan yang tidak pokok). Aliran ini menetapkan kaidah-kaidah dengan alasan yang kuat, balk dari naqli (al-Qur’an dan atau Sunnah) maupun dari ‘aqli (akal pikiran), tanpa dipengaruhi oleh masalah-masalah furu’ dari berbagai mazhab, sehingga teori tersebut adakalanya sesuai dengan furu’ dan ada kalanya tidak. Setiap permasalahan yang diterima akal dan didukung oleh dalil naqli, dapat dijadikan kaidah, baik kaidah itu sejalan dengan furu’ mazhab maupun tidak, sejalan dengan kaidah yang telah ditetapkan imam mazhab atau tidak.

Aliran Fuqaha’ dalam membangun teori ushul fiqhnya banyak dipengaruhi oleh masalah furu’ dalam mazhab mereka. Artinya, mereka tidak membangun suatu teori kecuali setelah melakukan analisis terhadap masalah-masalah furu’ yang ada dalam mazhab mereka. Dalam menetapkan teori tersebut, apabila terdapat pertentangan antara kaidah yang ada dengan hukum furu’, maka kaidah tersebut diubah dan disesuaikan dengan hukum furu’ tersebut. Oleh sebab itu, aliran ini berupaya agar kaidah yang mereka susun sesuai dengan hukum-hukum furu’ yang berlaku dalam mazhabnya, sehingga tidak satu kaidah pun yang tidak bisa diterapkan.


DAFTAR PUSTAKA

Haroen, Nasrun. 1997. Ushul Fiqh 1. Jakarta: Logos Wacana Ilmu

Syafe’i, Rachmat. 2007. Ilmu Ushul Fiqh. Bandung: Pustaka Setia

1 comment:

  1. salam kenal admin blog,,
    aliran aliran ushul fiqh di dunia kira kira berapa banyak??

    ReplyDelete